Definisi Kekerasan dalam Dunia Pendidikan
“Kekerasan (violance),”
kata yang tentunya sudah tidak asing di telinga. Kekerasan dapat terjadi kapan
saja dan dimana saja dengan berbagai pemicu dan tujuan yang melatarbelakangi tindakan
tersebut. Tanpa disadari seseorang cenderung menggunakan kekerasan dalam
menyelesaikan suatu konflik atau permasalahan kehidupan sehari-hari.
Kekerasan (KBBI, 2008:745)
diartikan sebagai sifat (hal) keras atau paksaan. Artinya suatu tindakan yang
tidak menyenangkan yang dilakukan oleh seorang atau lebih yang didalamnya
terdapat komponen kekuasaan, tekanan dan paksaan. Menurut KUHP, pasal 89, melakukan
kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil
atau sekuat mungkin, secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau
dengan segala macam senjata, menendang dan sebagainya, sehingga orang yang
terkena tindakan itu merasakan sakit. Dengan demikian, kekerasan dalam dunia
pendidikan adalah hukuman yang terasa keras bagi peserta didik, sehingga mereka
merasakan sakit.
Dalam teori yang
dikemukakan oleh John Galtung, menyebutkan bahwa kekerasan terjadi bila
manusia dipengaruhi sedemikianrupa, sehingga realisasi jasmani dan mental
aktual berada di bawah realisasi potensinya. Ini artinya kekerasan itu
terjadi bila ada seseorang yang mempengaruhi dan cara mempengaruhinya. Jadi,
dapat dikatakan dalam kekerasan ada subjek, objek dan tindakan yang berujung
pada akibat atau pengaruhnya pada manusia.
Kekerasan tersebut
dapat berupa eksploitasi fisik atau psikis, sehingga menimbulkan kerugian atau
bahkan efek traumatis bagi korban. Kekerasan dibagi menjadi kekerasan fisik dan
psikologis. Dalam kekerasan fisik, tubuh manusia disakiti secara jasmani, sedangkan
kekerasan psikologis adalah tekanan yang meredusir kemampuan mental dan otak,
kekerasan tersebut ada yang tampak atau tampak tetapi tidak langsung, dan tersembunyi
seperti trauma.
Tindakan kekerasan
memang tidak diinginkan oleh siapapun, apalagi di bidang pendidikan. Tindakan kekerasan
di sekolah dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang dapat dilakukan
oleh siapa saja, mulai dari kepala sekolah, guru, pembina sekolah, karyawan
sampai antar peserta didik. Kekerasan pada
peserta didik belakangan ini terjadi dengan dalih mendisiplinkan peserta didik
dan tidak jarang dijadikan alasan sebagai kekerasan terhadap peserta didik
bersangkutan. Bentuk kekerasan yang dilakukan dapat berupa kasus
pengeroyokan, perkelahian, tawuran, bullying, memukul, menampar,
mencubit, mencekik, menyulut rokok, memarahi dengan ancaman kekerasan, bahkan
kekerasan seksual.
Seharusnya, pendidikan sebagai
proses mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia, agar memiliki
kecerdasan, pengendalian, kepribadian yang baik, akhlak mulia, serta keagamaan
yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan tersebut
dapat tercapai jika kondisi belajar kondusif yang jauh dari tindak kekerasan,
sehingga segala pihak yang berhubungan dengan pendidikan dapat menyelesaikan
masalahnya dengan cara edukatif. Dengan demikian kualitas pendidikan di
Indonesia dapat meningkat dan sesuai dengan harapan, serta tindakan kekerasan
tersebut dapat dihentikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar